Organik ?
Sekedar untuk menambah wawasan sekitar Organik, saya menambahkan tulisan sebelumnya berikut ini.
Menurut USDA (United State Department of Agliculture) Consumer Brochure: Makanan Organik adalah yang dihasilkan oleh petani yang mengutamakan penggunaan sumber-sumber terbarukan
serta konservasi lahan
dan air untuk meningkatkan kualitas lingkungan bagi generasi mendatang.Sekedar untuk menambah wawasan sekitar Organik, saya menambahkan tulisan sebelumnya berikut ini.
Menurut USDA (United State Department of Agliculture) Consumer Brochure: Makanan Organik adalah yang dihasilkan oleh petani yang mengutamakan penggunaan sumber-sumber terbarukan
Daging organik, ayam, telur dan susu dihasilkan dari ternak-ternak yang pemeliharaannya tanpa asupan antibiotic serta hormone
pertumbuhan. Makanan Organik diproduksi tanpa menggunakan pestisida
kimiawi, pupuk sintetik atau pupuk-pupuk yang dibuat dengan bahan-bahan
sintetik, endapan limbah, rekayasa bio serta radiasi ionisasi.
Sedangkan menurut organic-nature-news.com, definisi organik adalah semua produk yang ditanam atau dihasilkan tanpa menggunakan pestisida dan
pupuk kimia, hormone, antibiotik maupun bahan2 kimia tambahan lainnya
dan diharapkan setidaknya 95% menggunakan bahan-bahan organik.
USDA ( Departemen Pertanian –AS, April ’08 ) menetapkan standard produksi
dan handling organik untuk hewan-hewan ternak pedaging, telur dan susu
dapat dinyatakan organik jika memenuhi antara lain:
1. Ternak potong dapat
dinyatakan organik jika sejak sepertiga terakhir dari masa kehamilan
dikelola secara organik. Sedangkan pada ayam jika sejak hari kedua anak
ayam sudah dipelihara secara organik.
2. Diberi pakan organik dan boleh diberi suplemen vitamin dan mineral.
3.
Sapi perah yang menghasilkan susu dan produk2 lainnya dapat dinyatakan
organik setidaknya jika sudah dipelihara secara organik selama 12 bulan.
4. Semua ternak tidak boleh diberi hormon pertumbuhan dan antibiotik.
Adalah
kenyataan pengertian organik yang baku yang dapat diterima oleh para
pihak baik konsumen, produsen maupun institusi pengawasan hingga
sekarang ini masih belum ada. Pada aras internasional standar produk
maupun proses organik yang dikembangkan awalnya oleh Eropah pada akhir
tahun 90-an dan AS yang mencoba menyusunnya kemudian, belum mencapai
kesepakatan penuh.
Masih
terdapat puluhan (35 isu) yang belum terselesaikan sehingga EU-dan US
dapat mencapai kesetaraan (MRA=mutual recognition agreement) diantara
keduanya. Adalah wajar pula bila kita di Indonesia sendiri belum
mempunyai batasan tentang organik tersebut.
Didalam
USDA sendiri ada beberapa pengertian tentang organik yang perbedaannya
teknis sekali untuk diuraikan disini. Sedangkan untuk UK ada 10 lembaga
yang memberi sertifikasi organik, namun yang paling berpengaruh adalah Soil Assocciation ( www.defra.gov.uk ). UK sendiri mengemukakan 4 prinsip dalam menetapkan suatu produk organik yaitu: principle of health, fairness, ecology and careness.
Di Amerika sendiri misalnya ada upaya menekankan Labelling yang
mempertimbangkan kepentingan konsumen untuk mendapatkan produk yang baik
dan produsen untuk membedakan produk mereka disamakan dengan produk
biasa.
Isu
labeling ini dikumandangkan oleh Principle display Panel ( PDP) yang
memberikan toleransi sampai 70% sudah bisa dikatagorikan organik.
Sebenarnya isu sertifikasi ini gencar disuarakan oleh EU dan AS. Mereka
sebagai konsumen sibuk membuat ketentuan padahal faktanya produsen
organik adalah Asia dan Australia mengingat kondisi lahan pertaniannya
potensial sebagai produsen organik. Eropah sendiri banyak konsen
mengenai handling, karena mereka tahu jauhnya jarak negara produsen ke
Eropah. Amerika sendiri punya kebijakan non sertifikasi produk bagi para produsennya yang hasil produknya dibawah 5000 US Dollar pertahun untuk pasar lokal.
Pada awal perkembangan standard organik nasional, IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements – http://www.ifoam.org)
menekankan kerelaan masyarakat internasional agar ketidakseimbangan dan
perbedaan standard organik dari berbagai negara itu secara bertahap
dihapuskan, dan menghasilkan definisi tunggal mengenai organik. Bahkan
kini IFOAM mendorong isu kesetaraan, gagasan bahwa peraturan-peraturan
tentang organik di tingkat nasional dapat saja beragam secara rinci
namun memiliki kesamaan tujuan.
Bagi
Indonesia, kita harus kritis, jangan hanya mengacu standar USDA. Karena
isu Organik ini juga berkembang, dan juga adanya bias untuk kepentingan
nasional masing-masing negara, antara lain untuk menjadi trade barrier baru dalam perdagangan internasional.